Materi : Mengatasi Writer's Block
Narasumber : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.
Moderator : Edmu Yufizar Abdan Syakura, Gr., M.Pd.
Narasumber membuka kegiatan dengan memberikan pertanyaan pemantik, "Pernahkah Ibu/Bapak menulis diary saat kecil/remaja?". Tentu saja saya menjawab pernah, begitu juga 15 orang lainnya. Sedangkan sisanya menjawab beragam. Kemudian, dilanjutkan pertanyaan kedua "Pernahkah Ibu/Bapak menerbitkan buku?". Untuk pertanyaan ini saya menjawab "belum pernah", sedangkan 17 lainnya menjawab "pernah untuk kategori buku antologi" dan beberapa sisanya menjawab pernah untuk kategori buku solo. Hebat sekali teman-teman saya di komunitas menulis ini.
Berikut lebih lanjut isi pemaparan Narasumber.
"Menulis" adalah kata kerja. Oleh karena itu, menulis itu memang harus dilakukan agar ia menjadi bermakna. Namun, sebagaimana pengantar dalam flyer hari ini. Terkadang, kita berada di titik yang seolah kehilangan ide. Merasa bahwa produktivitas kita dalam menulis berkurang. Melambat.
Kalau sudah seperti itu jangan-jangan kita terserang WB nih, alias writer's block.
Meski istilah ini sudah muncul di tahun 1940-an (dikenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, psikoanalis Amerika), nyatanya banyak penulis masa kini yang juga masih terserang WB.
Secara sederhana WB bisa dimaknai sebagai keadaan saat penulis kehilangan kemampuan menulis atau tidak menemukan gagasan baru untuk tulisannya (Wikipedia).
Parahnya, tak hanya hitungan detik, menit atau jam, WB ini bisa melekat berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bisa jadi tahunan.
Ibarat sedang sakit. Agar bisa diobati dengan tepat, maka harus dikenali dulu penyebabnya. WB yang menyerang seseorang faktornya bisa beragam. Sekarang mari kita analisis lagi bersama-sama.
Penyebab WB sangat sangat beragam. Beda penyebab tentu beda pula cara menanganinya. Berita bagusnya, jika kita sudah mampu menemukenali masalah yang menyebabkan kemungkinan terserang WB, maka sesungguhnya kita juga sudah memegang obatnya.
- Bagi yang lelah fisik, misalnya, mungkin kita memilih rehat sejenak, healing terlebih dahulu, melakukan mindfullness, atau aktivitas lain yg bisa membantu lebih "segar" sehingga siap untuk kembali menulis.
- Bagi yang belum ada ide, bisa jadi memilih pergi ke perpustakaan, membaca artikel/buku, atau melakukan hal lain yang bisa memancing ide menulis keluar.
- Bagi yang merasa tulisan belum sempurna, bisa jadi meminta teman dekat untuk mengoreksi terlebih dahulu. Meminta masukan sehingga bisa melakukan revisi dan akhirnya menerbitkan tulisan.
- Bagi yang sedang sibuk, mungkin akan mencari golden time-nya menulis dan meluangkan waktu walau sejenak untuk tetap menulis.
- Saat WB menyerang, kita bisa melihat sekeliling sejenak, fokus di satu benda, lalu menjadikannya sebuah tulisan.
- Kita juga bisa sejenak bertanya pada diri, apa yang saat ini terjadi? Apa yang kita inginkan? Saat buntu tak tahu harus menulis apa, curhat saja dulu lewat tulisan.
- Atau kita bisa kembali menajamkan indera kita, melihat hal-hal sederhana seperti jepit jemuran yang bisa jadi ada di setiap rumah namun ternyata bisa menjadi ide tulisan.
Hal yang paling penting bagi kita sebagai penulis adalah ... niat.
Perlu untuk diingat
- Saat memutuskan ingin menjadi penulis, sungguh kita harus sudah siap untuk konsisten (meluangkan waktu untuk menulis sesuai kesanggupan masing-masing).
- Siap untuk belajar dan dikritik (karena karya kita bisa jadi buah bibir orang lain, mendapat kritikan, masukan/saran dll yang mendorong kita untuk terus belajar dan belajar lagi ilmu kepenulisan dll).
- Menjadi penulis juga harus siap ditolak. Ditolak penerbit, ditolak panitia lomba/seleksi, ditolak redaksi, dll.
- Dan tentu saja, menjadi penulis harus siap untuk menjadi unik, karena tak kan ada Ahmad Tohari kedua. Tak kan ada Andrea Hirata kedua. Tak kan ada Omjay kedua. Masing-masing memiliki keunikan. Kita pun pasti punya.
Ibarat sangkar, kerangka tulisan akan menjaga ide-ide kita. Sehingga meski dijeda, selama kita sudah tuangkan garis besarnya, insya Allah tidak akan kesulitan saat memulainya lagi.
Kenali penyebab WB yang menyerang kita. Maka kita akan tahu solusinya.
Sebagai tindakan preventif, kita bisa meminta orang terdekat untuk membantu saat kita terserang WB.
Demikian materi yang diberikan oleh narasumber pada pertemuan ke-23 ini. Semoga semua ilmu yang telah dibagikan cuma-cuma oleh beliau ini dapat menambah wawasan sebagai penulis pemula dan menggerakkan kita untuk mulai menulis.
Terima kasih.
Nancy Olivia, M.Pd
Semangat bu.....
BalasHapusTerima kasih bapak...
Hapus